10/17/2011

jawaban yg saya cari :)

Ada sesuatu yang dari dulu rasanya mengganjal di hati dan pikiran saya tentang poligami, dan pembenaran atas poligami. Juga tentang rasul saya yang mengapa berpoligami, hingga banyak yang menirunya dengan ikut-ikutan berpoligami, meski konteks dan alasan dari poligami itu sendiri sangat berbeda antara Muhammad dan pengikutnya. Saya cari jawabannya, tapi tak pernah ada yang pas. Hingga suatu ketika ketika saya membaca sebuah blog, saya seperti seorang remaja yang menemukan peta harta karun. Jika pemahaman atas hadist atau Al-Qur'an di pahami dengan konsep tekstualitas, maka ia akan menjadi kabur. Maka dari itu pemahaman akan kitab suci membutuhkan penggunaan filsafat mawas (penafsiran kontekstual) tidak tunggal dan serta merta di telan secara mentah.
Ilustrasi cerita yang memberi contoh bahwa sesuatu yang kita tiru tanpa memahaminya lebih dalam adalah keliru, saya ambil dari blog seorang penulis bernama M Shodiq Mustika


“Kisah seorang idola yang mengejar seorang perempuan”


Suatu hari, si Fulan melihat idolanya mengejar seorang perempuan. Tiba-tiba seorang perempuan lainnya melintas di depannya. Lalu ia pun mengejar si perempuan.
Melihat itu, seorang pengamat merasa geram. “Mengejar perempuan? Menjijikkan!”
Lantas sang pengamat menemui si Fulan dan bertanya: “Mengapa kau mengejar perempuan itu? Apa kau tidak tahu bahwa perilaku seperti itu menjijikkan?”
Si Fulan: “Itu tidak menjijikkan. Saya mengejar perempuan itu karena meniru idola saya. Saya telah melihat dia mengejar seorang perempuan. Perilaku idola tidak mungkin menjijikkan.”
Sang pengamat merasa geram. Ia tidak sepaham. Dia merasa heran mengapa seorang idola mengejar seorang perempuan. Baginya, bila perbuatan menjijikkan dilakukan oleh seorang idola, maka sang idola itu sebenarnya tidak pantas menjadi idola.
Sesaat kemudian, sang pengamat bertemu dengan sang idola. Karena merasa geram, tanpa basa-basi ia berkata, “Anda tidak pantas jadi idola.”
Sang idola merasa heran. Ia bertanya, “Mengapa Anda berkata begitu?”
“Karena perilaku Anda yang menjijikkan telah ditiru oleh orang yang mengidolakan Anda.”
“Siapa yang meniru? Perilaku saya yang manakah yang dia tiru?”
“Si Fulan,” jawab sang pengamat. “Dialah yang meniru perilaku Anda. Dia telah mengejar seorang perempuan. Sungguh menjijikkan.”
“Ooo… yang itu. Apakah Anda tahu mengapa dia mengejar perempuan itu?” tanya sang idola.
Sang pengamat menjawab, “Ya. Dia melakukan perbuatan yang menjijikkan itu karena dia mengikuti Anda. Dia meniru perilaku Anda 100% murni tanpa dicampuri dengan pandangan-pandangan lain.”
Sang idola menukas, “Tadi saya mengejar seorang perempuan karena dia mencopet dompet saya. Kebetulan saja dia seorang perempuan.”
“Tapi si Fulan meniru perilaku Anda, ‘kan?”
“Tidak,” jawab sang idola. “Perilaku saya tadi adalah mengejar seorang pencopet. Si Fulan tidak mengejar pencopet. Jadi, dia tidak meniru perilaku saya. Dia hanya meniru sesuatu yang dia sangka perilaku saya. Ini gara-gara dia menelan mentah-mentah peristiwa yang dia lihat itu tanpa memperhitungkan konteks mengapa saya mengejar seorang perempuan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar